A. Pengertian Struktur Modal
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan
antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini
adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Sedangkan modal
sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan
kepemilikan perusahaan.
B. Teori Struktur Modal
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya
struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap
Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh
nilai perusahaan yang optimal.
2. Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak
mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan
hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan
tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.
3. Teori Pecking Order
Teori Pecking Order menjelaskan mengapa perusahaan
yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat
hutang yang lebih kecil. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan
prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order
adalah sebagai berikut :
·
Perusahaan memilih
pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan)
yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
· Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan
pada perkiraan kesempatan investasi.
·
Karena kebijakan
deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan
investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima
oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada
saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
·
Jika padangan
eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkansurat berharga yang
paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian
dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan
kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
4. Financial Distress Dan Agency
Costs
Financial distress adalah
kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut.
Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan
yang disebabkan oleh: keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya
likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan
sebagainya.
Agency costs atau biaya
keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan
melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor.
Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan
utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan
kreditor.
5. Model trade off
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh
Myers (2001:81), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat utang tertentu,
dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan
biaya kesulitan keuangan (financial distress)”.Biaya kesulitan keuangan
(financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs)
atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang
meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.Trade-off
theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa
faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya
kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan
asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan
manfaat penggunaan utang. 6. Teori informasi tidak simetris
C. Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Struktur Modal
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi Struktur Modal antara lain :
1.
Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri
yang sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap , akan mengutamakan
pemenuhan modalnya dari modal yang permanent yaitu modal sendiri, sedangkan
hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang semakin besar aktivanya terdiri dari
aktiva lancar akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dengan
utang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur
modal suatu perusahaan
2.
Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan
untuk melakukan investasi pada hal-hal yang menguntungkan. Teori Agency
menggambarkan hubungan yang negative antara Growth Opprtunity dan leverage.
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung akan melewatkan
kesempatan dalam berinvestasi pada kesempatan investasi yang
menguntungkan.
3.
Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan besar cenderung
akan melakukan diversifikasi usaha lebih banyak dari pada perusahaan kecil.
Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan
akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi
kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan
dalam ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam
menjalankan usahanya.
4.
Profitabiltas
Teori Pecking Order mengatakan
bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan dengan
profitalitas yang tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak dari
pada perusahaan dengan profitalitas rendah. Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi investasi menggunakan utang yang relative kecil
(Bringham & Houston, 2001). Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan
untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan
secara internal. Hal ini menunjukkan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap
struktur modal perusahaan.
5.
Risiko Bisnis
Risiko Bisnis akan mempersulit
perusahaan dalam melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan
berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.
Komponen struktur modal dapat
dilihat di sisi kanan laporan neraca perusahaan, dimana yang merupakan
pembiayaan pembelanjaan permanen bagi perusahaan adalah hutang jangka panjang,
sahampreferen dan modal biasa. Berbagai teori struktur modal telah
dikembangkan para pakar untuk menentukan struktur modal yang optimal dengan
menganalisis komposisi dari hutang dan modal.
Tujuan manajemen struktur
modal adalah memadukan sumber-sumber dana permanen yang digunakan perusahaan
untuk operasionalnya yang akan memaksimumkan nilai perusahaan itu sendiri.
Pencarian struktur modal yang optimal merupakan pekerjaan yang sangat sulit,
karena adanya konflik yang mengarah kepada biaya agensi. Konflik lama terjadi
antara pemegang saham dan pemegang obligasi dalam penetapan struktur modal
optimal suatu perusahaan. Maka untuk mengurangi kemungkinan manajemen
menanggung resiko berlebihan atas nama pemegang saham, perlu memasukkan
beberapa batasan protektif.
D. Jenis-jenis Modal
1. Modal Asing/Hutang
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar
perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi
perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus
dibayar kembali. Menurut FASB, utang
adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena
kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa
kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu.Dilihat dari jangka penggunaan dana, maka dana yang
digunakan perusahaan berasal dari sumber dana jangka pendek, dan jangka
menengah serta jangka panjang.
·
Hutang Jangka Pendek
(Short-term debt)
Utang jangka pendek merupakan utang yang diharapkan
akan dilunasi dalam waktu 1 tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan
dengan menggunakan sumber-sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan utang
jangka pendek yang baru. Jenis- jenis Hutang jangka pendek antara lain:
v Utang dagang adalah utang yang timbul karena adanya
pembelian barang dagangan.
v Utang wesel adalah janji tertulis untuk membayar
sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu dimasa depan dan dapat
berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.
v Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya
yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
v Utang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah
sebagian atau seluruh utang jangka panjang yang sudah menjadi utang jangka
pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.
v Penghasilan yang diterima dimuka ( Deferred Revenue)
adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.
·
Hutang Jangka Panjang (Long-Term Debt)
Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka
waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka
panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan
(ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk
keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Jenis atau bentuk-bentuk utama
dari utang jangka panjang ini antara lain:
v Hutang Hipotik (Mortgage) adalah bentuk hutang
jangka panjang yang dijamin dengan aktiva tidak bergerak (tanah dan bangunan)
kecuali kapal dengan bunga, jangka waktu dan cara pembayaran tertentu.
v Obligasi adalah sertifikat yang menunjukan pengakuan
bahwa perusahaan meminjam uang dan menyetujui untuk membayarnya kembali dalam
jangka waktu tertentu. Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman obligasi
dapat diambil dari penyusutan aktiva tetap yang dibelanjai dengan pinjaman
obligasi tersebut dan dari keuntungan.
2. Modal Sendiri (Shareholder Equity)
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan
dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu
lamanya(Riyanto:2001). Modal sendiri berasal dari sumber intern maupun
sumber extern. Sumber intern diperoleh dari keuntungan
yang dihasilkan peerusahaan, sedangkan sumber extern berasal
dari modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri juga dapat
didefinisikan sebagai dana yang “dipinjam” dalam jangka waktu tak terbatas dari
para pemegang saham. Komponen modal sendiri terdiri dari :
·
Modal Saham
Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam
perusahaan maupun luar perusahaan. Sumber dari dalam (internal financing)
berasal dari hasil operasi perusahaan yang berbentuk laba ditahan dan
penyusutan. Sedangkan sumber dari luar (external financing) dapat dalam
bentuk saham biasa atau saham preferen (Husnan:2000). Saham adalah tanda bukti
pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (P.T), dimana
modal saham terdiri dari :
v Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang
yang ditanamkan oleh investor, dimana pemilik saham ini, dengan memiliki saham
ini berarti ia membeli prospek dan siap menanggung segala risiko sebesar dana
yang ditanamkan.
v Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen bentuk komponen modal jangka panjang
yang merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang.
v Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Prefered
Stock)
Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham
preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham
preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham kumulatif apabila tidak
menerima deviden selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengizinkan
atau karena adanya kerugian, pemegang saham jenis ini di kemudian hari apabila
perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen yang
tidak dibayarkan diwaktu-waktu yang lampau.
·
Cadangan
Menurut Riyanto (2008) cadangan dimaksudkan sebagai
cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang dibentuk oleh perusahaan selama
beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan (reserve that are surplus).
Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal sendiri. Cadangan yang
termasuk dalam modal sendiri antara lain:
v Cadangan Ekspansi
v Cadangan modal kerja
v Cadangan selisih kurs
v Cadangan untuk menampung hal-hal atau
kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya.
·
Laba Ditahan
Laba ditahan adalah sisa laba dari keuntungan yang tidak
dibayarkan sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini merupakan modal dalam
perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun
risiko kerugian–kerugian lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan adanya
jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan maupun
tidak adanya kepastian tentang jangka waktu pembayaran kembali modal yang
disetor. Oleh karena itu, tiap–tiap perusahaan harus mempunyai sejumlah minimum
modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Contoh
·
Teori Pendekatan
Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya
struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap
Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh
nilai perusahaan yang optimal.
Mereka yang menganut pendekatan tradisional
berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak,nilai
perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan merubah struktur
modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an.
Ilustrasi berikut ini menunjukkan pemikiran mereka.
Misalkan PT.ABC mempunyai 100% modal sendiri, dan
diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp.10 juta. Kalau
tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri (= ke
) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung
sebagai berikut. Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus =
ke = 10 juta/50 juta = 0,20
O Laba
bersih operasi
|
Rp. 10 juta
|
||||||
F Bunga
|
|||||||
E
Laba tersedia untuk poemilik saham
|
Rp.10 juta
|
||||||
ke
Biaya modal sendiri
|
0,2
|
||||||
S
Nilai modal sendiri
|
Rp.50 juta
|
||||||
B Nilai
pasar hutang
|
|||||||
V Nilai
perusahaan
|
Rp.50 juta
|
||||||
ko Biaya
modal perusahaan =
|
|||||||
0,20 (50/50) +
0(0/50)
|
0,2
|
||||||
Sekarang misalkan PT.ABC akan mengganti sebagian modal
sendiri dengan hutang. Biaya hutang (=kd), atau tingkat
keuntungannya yang diminta oleh kreditor, misalnya 60%. Untuk menggunakan
hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunya sebesar Rp.4
juta. Dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih berisiko, dan
karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi lebih berisiko, dan
karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi, misalnya, 22%.
Kalau laba operasi bersih tidak berubah, maka nilai perusahaan akan nampak
sebagai berikut.
O
|
Laba operasi bersih
|
Rp.10,00 juta
|
F
|
Bunga
|
Rp. 4,00 juta
|
E
|
Laba tersedia untuk pemegang saham
|
Rp. 6,00 juta
|
ke
|
Biaya modal sendiri
|
0,22
|
S
|
Nilai modal sendiri
|
Rp. 27,27 juta
|
B
|
Nilai hutang (4 juta/0,16)
|
Rp. 25,00 juta
|
V
|
Nilai perusahaan
|
Rp. 52,27 juta
|
ko
|
Biaya modal perusahaan
|
|
=0,22(27,27)+0,16(25/52,27)=
|
0,191
|
|
Jadi keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah
perusahaan menggunakan hutang kerena nilai perusahaan meningkat (atau biaya
modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebelum perusahaan menggunakan
hutangperusahaan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka
harga sahamnya adalah Rp.50.000 per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian
saham dengan hutang (yang diganti adalah sebesar Rp.25 juta atau 500 lembar
saham), maka nialai shamnya naik menjadi Rp.27,27 juta/saham = Rp.54.540
·
Teori Pendekatan
Modigliani dan Miller
Teori
MM tanpa pajak Teori struktur modal
modern yang pertama adalah Teori Modigliani dan Miller atau lebih sering
dikenal dengan teori MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan
atau tudak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk
membangun teori mereka. (Brigham dan Houston,2001,p.31) yaitu:
a. Tidak terdapat agency cost
b. Tidak ada pajak
c. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga
yang sama dengan perusahaan
d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai prospek perusahaan di masa depan
e. Tidak ada biaya kebangkrutan
f. Earning Before and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan hutang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada
harga pasar (market value)
Teori MM dengan
pajak. Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan
faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang
berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat
pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Teori mereka juga
menunjukkan kemungkinan muculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham
(nilai perusahaan) yang menggunakan hutang maupun tidak menggunakan hutang,
akhirnya sama. Proses arbitrasemuncul karena investor selalu lebih menyukai
investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan
bersih yang sama dengan resiko yang sama pula.
Dalam contoh yang
tadi (PT.ABC), pemodal dapat keuntungan yang sama tetapi dengan investasi yang
lebih kecil, apabila memiliki saham PT.ABC yang tidak memiliki hutang.Misalkan
Arif memiliki 20% saham PT.A yang menggunakan hutang. Dengan demikian maka
nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp.27,27 juta = Rp.5,45 juta. Sekarang
misalkan terdapat PT.INDOFOOD yang identik dengan PT.ABC yang idak mempunyai
utang. Untuk itu proses arbitase akan dilakukan sebagai berikut:
1. Jual saham PT.ABC, memperoleh dana sebesar Rp.5,45
juta.
2. Pinjam sebesar Rp.5,00 juta. Nilai pinjaman ini
adal;ah sebesar 20% dari nilai hutang PT.ABC.
3. Beli 20% saham PT.INDOFOOD (yaitu perusahaan yang
identik dengan PT.ABC waktu tidak mempunyai hutang), senilai 0.20 x Rp.50 juta
= Rp.10 juta.
4. Dengan demikian Arif dapat menghemat investasi senilai
Rp.0,45 juta.
Pada waktu Arif masih
memiliki 20% saham PT.ABC yang menggunakan hutang, ia mengharapkan untuk memperoleh
keuntungan sebesar, 0,20 x Rp.6,00 juta = Rp.1,20 juta.Pada waktu ia memiliki
20% saham PT.INDOFOOD dan mempunyai hutang sebesar Rp.10 juta, maka
keuntungannya yang diharapkannya adalah:
1. Keuntungan dari saham PT.INDOFOOD
|
= 0,20xRp.10 juta
|
= Rp.2,00 juta
|
2. Bunga yang dibayar
|
= 0,16 x Rp.5,0
juta
|
= Rp.0,80 juta
|
Keuntungan
bersih
|
Rp.1,20 juta
|
Hal ini berarti Arif dapat mengharapkan untuk
memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp.1,20 juta), menanggung resiko yang
sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi dengan investasi
yang lebih kecil sebesar Rp.0,45 juta. Apabila hal ini disadari oleh semua
pemodal, maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Arif.
Dengan demikian maka semua orang akan menjual PT.ABC
(harga akan turun) dan membeeli saham PT.INDOFOOD (harga akan naik). Proses
arbitase tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat lagi menghemat
investasi dari penjualan saham PT.ABC dan pembelian saham PT.INDOFOOD.
Sebenarnya kalau kita amati proses penggantian modal
sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT.ABC, segera bisa kita jumpai
kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT.ABC mengganti modal sendiri dengan
hutang sebesar Rp.25 juta. Kalau semula (sebelum menggunakan hutang) nilai
modal sendirinya adalah Rp.50 juta maka setelah diganti dengan hutang sebesar
Rp.25 juta, nilainya tettu tinggal Rp.25 juta. Tidak mungkin menjadi Rp.27,27
juta (sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan tradisional). Kalau nilai modal sendiri
menjadi Rp.25 juta,maka mestinya biaya modal sendiri setelah mengguakan hutang
menjadi,
ke = E/S
|
= Rp.6 juta / Rp.25
juta
|
= 24%
|
Dengan kd = 16%, maka biaya modal
perusahaan setelah menggunakan hutang adalah
ko
|
= 24% (25/50) + 16%
(25/50)
|
=20%
|
Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai
perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunkan hutang atau tidak. Karena
pada pendekatan tradisional dasumsikan biaya modal sendiri meningkat tetapi
hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi
nilainnya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada
pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai
berikut:
ke = keu + (keu +
kd) (B/S)
Dalam hal ini keu adalah biaya modal
sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang. Dalam contoh PT.ABC, ini
berarti bahwa:
= 20% + (20% - 16%) (25/25)
|
= 24%
|
ke (setelah menggunakan hutang)
Kita memperoleh angka yang sama dengan cara
perhitungang diatas.
Perhatikan bahwa biaya hutang (kd) selalu
lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu). Hal tersebut disebabkan
karena pemilik modal sendirimenanggung resiko yang lebih besar dari pemberi
kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangan kompetitif[13]. Hal tersebut disebabkan oleh
(1)penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri bersifat tidak pasti
dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2) dalam peristiwa likuidasi pemilik
sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi. Dalam
kaeadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar yang kompetitif, kd<
ke. jadi tidaklah benar jika perusahaan menghimpun dana dari equity,
perusahaan kemuadian berhasil menghimpu dana murah. Semua sumber pendanaan
mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal
dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan
pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan (financing
decisions) menjadi tidak relefan. Artinya penggunaan hutang ataukah modal
sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.