Minggu, 19 Juni 2016

Struktur Modal



A.    Pengertian Struktur Modal
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan.

B.     Teori Struktur Modal
1.      Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
2.      Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.
3.      Teori Pecking Order
Teori Pecking Order menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order adalah sebagai berikut :
·         Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
·        Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
·         Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
·         Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkansurat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
4.      Financial Distress Dan Agency Costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh: keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.
Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.
5.      Model trade off
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001:81), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”.Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan utang. 6. Teori informasi tidak simetris

C.     Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Struktur Modal antara lain :
1.      Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanent yaitu modal sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang semakin besar aktivanya terdiri dari aktiva lancar akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dengan utang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan
2.      Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi pada hal-hal yang menguntungkan. Teori Agency menggambarkan hubungan yang negative antara Growth Opprtunity dan leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan dalam berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.
3.      Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Perusahaan besar cenderung akan melakukan diversifikasi usaha lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dalam ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya.
4.      Profitabiltas
Teori Pecking Order mengatakan bahwa perusahaan lebih menyukai internal funding. Perusahaan dengan profitalitas yang tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak dari pada perusahaan dengan profitalitas rendah. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi investasi menggunakan utang yang relative kecil (Bringham & Houston, 2001). Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini menunjukkan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
5.      Risiko Bisnis
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan dalam melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.
Komponen struktur modal dapat dilihat di sisi kanan laporan neraca perusahaan, dimana yang merupakan pembiayaan pembelanjaan permanen bagi perusahaan adalah hutang jangka panjang, sahampreferen dan modal biasa. Berbagai teori struktur modal telah dikembangkan para pakar untuk menentukan struktur modal yang optimal dengan menganalisis komposisi dari hutang dan modal.
Tujuan manajemen struktur modal adalah memadukan sumber-sumber dana permanen yang digunakan perusahaan untuk operasionalnya yang akan memaksimumkan nilai perusahaan itu sendiri. Pencarian struktur modal yang optimal merupakan pekerjaan yang sangat sulit, karena adanya konflik yang mengarah kepada biaya agensi. Konflik lama terjadi antara pemegang saham dan pemegang obligasi dalam penetapan struktur modal optimal suatu perusahaan. Maka untuk mengurangi kemungkinan manajemen menanggung resiko berlebihan atas nama pemegang saham, perlu memasukkan beberapa batasan protektif.

D.    Jenis-jenis Modal
1.      Modal Asing/Hutang
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Menurut FASB, utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu.Dilihat dari jangka penggunaan dana, maka dana yang digunakan perusahaan berasal dari sumber dana jangka pendek, dan jangka menengah serta jangka  panjang.
·         Hutang Jangka Pendek (Short-term debt)
Utang jangka pendek merupakan utang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 1 tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan dengan menggunakan sumber-sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan utang jangka pendek yang baru. Jenis- jenis Hutang jangka pendek antara lain:
v  Utang dagang adalah utang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan.
v  Utang wesel adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu dimasa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.
v  Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
v  Utang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh utang jangka panjang yang sudah menjadi utang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.
v  Penghasilan yang diterima dimuka ( Deferred Revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.
·         Hutang Jangka Panjang (Long-Term Debt)
Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Jenis atau bentuk-bentuk utama dari utang jangka panjang ini antara lain:
v  Hutang Hipotik (Mortgage) adalah bentuk hutang jangka panjang yang dijamin dengan aktiva tidak bergerak (tanah dan bangunan) kecuali kapal dengan bunga, jangka waktu dan cara pembayaran tertentu.
v  Obligasi adalah sertifikat yang menunjukan pengakuan bahwa perusahaan meminjam uang dan menyetujui untuk membayarnya kembali dalam jangka waktu tertentu. Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat diambil dari penyusutan aktiva tetap yang dibelanjai dengan pinjaman obligasi tersebut dan dari keuntungan.
2.      Modal Sendiri (Shareholder Equity)
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya(Riyanto:2001). Modal sendiri berasal dari sumber intern maupun sumber extern. Sumber intern diperoleh dari keuntungan yang dihasilkan peerusahaan, sedangkan sumber extern berasal dari modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri juga dapat didefinisikan sebagai dana yang “dipinjam” dalam jangka waktu tak terbatas dari para pemegang saham. Komponen modal sendiri terdiri dari :
·         Modal Saham
Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan. Sumber dari dalam (internal financing) berasal dari hasil operasi perusahaan yang berbentuk laba ditahan dan penyusutan. Sedangkan sumber dari luar (external financing) dapat dalam bentuk saham biasa atau saham preferen (Husnan:2000). Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (P.T), dimana modal saham terdiri dari :
v  Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang ditanamkan oleh investor, dimana pemilik saham ini, dengan memiliki saham ini berarti ia membeli prospek dan siap menanggung segala risiko sebesar dana yang ditanamkan.
v  Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen bentuk komponen modal jangka panjang yang merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang.
v  Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Prefered Stock)
Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham kumulatif apabila tidak menerima deviden selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengizinkan atau karena adanya kerugian, pemegang saham jenis ini di kemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen yang tidak dibayarkan diwaktu-waktu yang lampau.
·         Cadangan
Menurut Riyanto (2008) cadangan dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang dibentuk oleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan (reserve that are surplus). Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal sendiri. Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri antara lain:
v  Cadangan Ekspansi
v  Cadangan modal kerja
v  Cadangan selisih kurs
v  Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya.
·         Laba Ditahan
Laba ditahan adalah sisa laba dari keuntungan yang tidak dibayarkan sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini merupakan modal dalam perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko kerugian–kerugian lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan adanya jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan maupun tidak adanya kepastian tentang jangka waktu pembayaran kembali modal yang disetor. Oleh karena itu, tiap–tiap perusahaan harus mempunyai sejumlah minimum modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.


Contoh
·         Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak,nilai perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an. Ilustrasi berikut ini menunjukkan pemikiran mereka.

Misalkan PT.ABC mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp.10 juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri (= ke ) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung sebagai berikut. Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus  =
ke = 10 juta/50 juta = 0,20          








O   Laba bersih operasi

Rp. 10 juta

   F   Bunga






E    Laba tersedia untuk poemilik saham
Rp.10 juta

ke   Biaya modal sendiri

0,2


S    Nilai modal sendiri

Rp.50 juta

B   Nilai pasar hutang




V   Nilai perusahaan


Rp.50 juta

ko  Biaya modal perusahaan =




0,20 (50/50) + 0(0/50)

0,2

















Sekarang misalkan PT.ABC akan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya hutang (=kd), atau tingkat keuntungannya yang diminta oleh kreditor, misalnya 60%. Untuk menggunakan hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunya sebesar Rp.4 juta. Dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi lebih berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi, misalnya, 22%. Kalau laba operasi bersih tidak berubah, maka nilai perusahaan akan nampak sebagai berikut.
O
Laba operasi bersih
Rp.10,00 juta
F
Bunga
Rp.  4,00 juta
E
Laba tersedia untuk pemegang saham
Rp.  6,00 juta
ke
Biaya modal sendiri
        0,22
S
Nilai modal sendiri
Rp. 27,27 juta
B
Nilai hutang (4 juta/0,16)
Rp. 25,00 juta
V
Nilai perusahaan
Rp. 52,27 juta
ko
Biaya modal perusahaan


=0,22(27,27)+0,16(25/52,27)=
       0,191




Jadi keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang kerena nilai perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebelum perusahaan menggunakan hutangperusahaan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka harga sahamnya adalah Rp.50.000 per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang (yang diganti adalah sebesar Rp.25 juta atau 500 lembar saham), maka nialai shamnya naik menjadi Rp.27,27 juta/saham = Rp.54.540

·         Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah Teori  Modigliani dan Miller atau lebih sering dikenal dengan teori MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tudak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka. (Brigham dan Houston,2001,p.31) yaitu:
a.       Tidak terdapat agency cost
b.      Tidak ada pajak
c.       Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d.      Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
e.       Tidak ada biaya kebangkrutan
f.       Earning Before and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
g.      Para investor adalah price-takers.
h.      Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value)

Teori MM dengan pajak. Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Teori mereka juga menunjukkan kemungkinan muculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham (nilai perusahaan) yang menggunakan hutang maupun tidak menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses arbitrasemuncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan resiko yang sama pula.
Dalam contoh yang tadi (PT.ABC), pemodal dapat keuntungan yang sama tetapi dengan investasi yang lebih kecil, apabila memiliki saham PT.ABC yang tidak memiliki hutang.Misalkan Arif memiliki 20% saham PT.A yang menggunakan hutang. Dengan demikian maka nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp.27,27 juta = Rp.5,45 juta. Sekarang misalkan terdapat PT.INDOFOOD yang identik dengan PT.ABC yang idak mempunyai utang. Untuk itu proses arbitase akan dilakukan sebagai berikut:
1.      Jual saham PT.ABC, memperoleh dana sebesar Rp.5,45 juta.
2.      Pinjam sebesar Rp.5,00 juta. Nilai pinjaman ini adal;ah sebesar 20% dari nilai hutang PT.ABC.
3.      Beli 20% saham PT.INDOFOOD (yaitu perusahaan yang identik dengan PT.ABC waktu tidak mempunyai hutang), senilai 0.20 x Rp.50 juta = Rp.10 juta.
4.      Dengan demikian Arif dapat menghemat investasi senilai Rp.0,45 juta.
Pada waktu Arif masih memiliki 20% saham PT.ABC yang menggunakan hutang, ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan sebesar, 0,20 x Rp.6,00 juta = Rp.1,20 juta.Pada waktu ia memiliki 20% saham PT.INDOFOOD dan mempunyai hutang sebesar Rp.10 juta, maka keuntungannya yang diharapkannya adalah:
1.        Keuntungan dari saham PT.INDOFOOD
= 0,20xRp.10 juta
= Rp.2,00 juta
2.        Bunga yang dibayar
= 0,16 x Rp.5,0 juta
= Rp.0,80 juta
     Keuntungan bersih

    Rp.1,20 juta

Hal ini berarti Arif dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp.1,20 juta), menanggung resiko yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi dengan investasi yang lebih kecil sebesar Rp.0,45 juta. Apabila hal ini disadari oleh semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Arif.
Dengan demikian maka semua orang akan menjual PT.ABC (harga akan turun) dan membeeli saham PT.INDOFOOD (harga akan naik). Proses arbitase tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat lagi menghemat investasi dari penjualan saham PT.ABC dan pembelian saham PT.INDOFOOD.
Sebenarnya kalau kita amati proses penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT.ABC, segera bisa kita jumpai kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT.ABC mengganti modal sendiri dengan hutang sebesar Rp.25 juta. Kalau semula (sebelum menggunakan hutang) nilai modal sendirinya adalah Rp.50 juta maka setelah diganti dengan hutang sebesar Rp.25 juta, nilainya tettu tinggal Rp.25 juta. Tidak mungkin menjadi Rp.27,27 juta (sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan tradisional). Kalau nilai modal sendiri menjadi Rp.25 juta,maka mestinya biaya modal sendiri setelah mengguakan hutang menjadi,
ke = E/S
= Rp.6 juta / Rp.25 juta

= 24%
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah
ko
= 24% (25/50) + 16% (25/50)

=20%

Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunkan hutang atau tidak. Karena pada pendekatan tradisional dasumsikan biaya modal sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainnya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut:
ke  = keu + (keu + kd) (B/S)

Dalam hal ini keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang. Dalam contoh PT.ABC, ini berarti bahwa:
= 20% + (20% - 16%) (25/25)
= 24%
ke (setelah menggunakan hutang)

Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungang diatas.
Perhatikan bahwa biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu). Hal tersebut disebabkan karena pemilik modal sendirimenanggung resiko yang lebih besar dari pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangan kompetitif[13]. Hal tersebut disebabkan oleh (1)penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri bersifat tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2) dalam peristiwa likuidasi pemilik sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi. Dalam kaeadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar yang kompetitif, kd< ke. jadi tidaklah benar jika perusahaan menghimpun dana dari equity, perusahaan kemuadian berhasil menghimpu dana murah. Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna  dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan (financing decisions) menjadi tidak relefan. Artinya penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang  sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.