Analisis Rasio Laporan Keuangan
A.
Pengertian Analisis Rasio Laporan Keuangan
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk
menganalisa laporan keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio adalah cara
analisa dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data
kuantitatif yang ditujukkan dalam neraca maupun laba rugi. Pada dasarnya
perhitungan rasio-rasio keungan adalah untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan. Analisis Ratio
Keuangan yaitu membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan
untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta menilai kinerja
manajemen dalam suatu periode tertentu.
Menurut James C Van Horne dikutip dari kasmir
(2008:104): definisi rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan
dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka
lainnya.
Menurut Irawati (2005 : 22) rasio keuangan
merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan
sebagai alat ukur kondisi keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu,
ataupun hasil-hasil usaha dari suatau perusahaan pada satu periode tertentu
dengan jalan membandingkan dua buah variabel yang diambil dari laporan keuangan
perusahaan, baik daftar neraca maupun laba rugi.
B.
Jenis-Jenis Rasio
Keuangan
Menurut Rahardjo (2007 : 104) rasio keuangan
perusahaan diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu:
- Rasio Likuiditas (liquidity ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
- Rasio Solvabilitas (leverage atau solvency ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
- Rasio Aktivitas (activity ratios), yang menunjukkan tingkat efektifitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.
- Rasio Profitabilitas dan Rentabilitas (profitability ratios), yang menunjukka tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva.
- Rasio Investasi (investment ratios), yang menunjukkan rasio investasi dalam surat berharga atau efek, khususnya saham dan obligasi.
C.
Contoh Kasus
·
Current Ratio = Aset
Lancar / Utang Lancar
Pada Neraca PT. JAK di atas, total nilai Aset
Lancarnya adalah Rp 2,428,000,000. Sedangkan total nilai Utang Lancarnya Rp
4,020,000,000. Sehingga:
Current Ratio PT. JAK = 2,428,000,000/Rp 4,020,000,000
= 0.60
Catatan:
Contoh Neraca di atas sangat sederhana, item aset
lancar dan utang lancar yang tercantum sangat sedikit. Pada kenyataannya bisa
sangat banyak. Namun intinya, aset yang diperkirakan bisa dikonversikan menjadi
kas dalam jangka pendek sudah masuk ke dalam kelompok aset lancar. Di sisi
lainnya, kewajiban apapun yang akan jatuh tempo dan harus dibayar dalam jangka
pendek tergolong utang lancar. Dan, “jangka pendek” di sini maksudnya maksimal
1 tahun buku.
Jadi, current ratio PT JAK = 0.60 (bisa juga dibaca
“60 persen”). Apa artinya?
Ini skor rasio yang tak sehat. Jikapun semua aset
lancar bisa “dicairkan” menjadi kas (dijual misalnya), PT JAK saat ini hanya
punya Rp 0.60 untuk membayar setiap Rp 1 utang lancarnya yang akan jatuh tempo
dalam waktu kurang dari 1 tahun buku. Atau, bisa dikatakan, hasi penjualan
seluruh aset lancar PT JAK hanya mampu menutup 60 persen dari total utang
lancarnya yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek.
Tidak ada satu angka pasti untuk ini. Sangat
tergantung pada kepentingan. Umumnya, current ratio yang ideal—setidaknya
menurut bank dan lembaga keuangan yang biasa menydiakan fasilitas kredit—ada
pada kisaran antara 2.00 hingga 3.00 (=200 hingga 300%). Rasio minimal yang
bisa diterima ada pada kisaran antara 1 hingga 1.5 (=antara 100 hingga
150%.) Bagi manajemen perusahaan, ideal tak idealanya rasio likuiditas tergantung
target yang hanya mereka sendirilah yang paling tahu. Jika targetnya memang
hanya 0.60 (karena tahun sebelumnya hanya 0.40 misalnya) berarti tujuan
tercapai.
Yang pasti jangan berpikir makin likuid perusahaan
makin bagus. Sebab sangat mungkin lukuiditas yang tinggi justru mencerminkan
pengelolaan kas yang buruk (perusahaan hanya cari aman sementara membiarkan
peluang bisnis bagus lewat begitu saja).
Solusi:
PT JAK dalam kondisi kekurangan likuiditas. Yang bisa
dilakukan oleh PT JAK adalah sbb:
·
Berupaya untuk
menghindari berbelanja tunai; pilah-pilah vendor mana yang menyediakan kredit
(tanpa menaikkan harga) dan mana yang tidak.
·
Menegosiasikan utang
yang segera akan jatuh tempo, minta penundaan pembayaran khususnya kepada
pemasok kebutuhan yang sifatnya tak rutin.
·
Jika tahun lalu
sudah, tahun ini mungkin tidak bayar dividend. Kalau terpaksa, bisa bayar
dividend dengan saham.
·
Jangan ada alokasi
budget untuk Aset Tetap. Jika terlanjur ada, buat revisi budget.
·
Bagaimanapun juga,
coba lihat satu kwartal ke depan; apakah rasio ini bisa diperbaiki atau tidak.
Jika iya, penggunaan kas bisa dinormalkan. Jika tidak, maka harus diperketat.
·
Quick (Acid Test)
Ratio = (Aset Lancar – Uang Muka – Persediaan) / Utang Lancar
Pada Neraca PT. JAK di atas, Total Aset
Lancar=2,428,000,000. Uang Muka Biaya=248,000,000 dan Persediaan = 824,000,000.
Sedangkan Total Utang Lancar = 4,020,000,000. Sehingga:
Quick (Acid Test) Ratio = (2,428,000,000 – 248,000,000
– 824,000,000) / 4,020,000,000
Quick (Acid Test) Ratio = 0.34 (bisa juga
dibaca “34 persen”)
Quick ratio 0.34 artinya: untuk setiap Rp 1 utang
lancar yang dimiliki, PT JAK hanya mampu bayar Rp 0.34 atau 34 sen. Dengan kata
lain, jika semua aset lancar—selain uang muka biaya dan persediaan—dicairkan
atau diuangkan—maka hanya akan menutup 34 persen dari total utang lancar PT JAK
yang akan jatuh tempo dalam satu tahun buku. Quick ratio 0.34 sementara current
ratio 0.60 artinya, aset lancar separuhnya berupa “Uang muka biaya” dan
“Persediaan.” Sekalilagi, ini tergolong rasio berskor rendah.
Sama seperti current ratio, tidak ada angka tunggal
yang ideal. Jika menggunakan kaca mata eksternal, khususnya kreditur, quick
ratio ideal ada pada kisaran 1.5 hingga 2.00, sehingga perusahaan masih
memiliki ekstra kas selain utang lancar yang telah ada. Minimal yang bisa
diterima ada pada kisaran 1.00 hingga 1.50.
Solusi:
Disamping mengambil langkah-langkah yang telah
direkomendasikan pada current ratio, pihak manajemen juga perlu melakukan
hal-hal berikut ini:
·
Segera mengambil
tindakan yang tepat untuk menjual persediaan
·
Ke depan, PT JAK
perlu melakukan analisa peringkat product
·
Jika PT JAK adalah
manufaktur yang memproduksi barang pesanan, perlu mengatur jadwal pasokan yang
lebih ketat
·
Pada wilayah bahan
baku, PT. JAK juga perlu membuat strategi pasokan yang lebih ketat
·
Melihat angka uang
muka biaya yang cukup besar
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar