Sabtu, 09 April 2016

Tugas Softskill (2) - Analisis Rasio Laporan Keuangan



Analisis Rasio Laporan Keuangan


A.    Pengertian Analisis Rasio Laporan Keuangan
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menganalisa laporan keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio adalah cara analisa dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditujukkan dalam neraca maupun laba rugi. Pada dasarnya perhitungan rasio-rasio keungan adalah untuk menilai kinerja keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan. Analisis Ratio Keuangan yaitu membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan  untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta menilai kinerja manajemen dalam suatu periode tertentu.

Menurut James C Van Horne dikutip dari kasmir (2008:104):  definisi rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya.

Menurut Irawati (2005 : 22) rasio keuangan merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu, ataupun hasil-hasil usaha dari suatau perusahaan pada satu periode tertentu dengan jalan membandingkan dua buah variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laba rugi.

B.     Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Menurut Rahardjo (2007 : 104) rasio keuangan perusahaan diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu:
  • Rasio Likuiditas (liquidity ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
  • Rasio Solvabilitas (leverage atau solvency ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
  • Rasio Aktivitas (activity ratios), yang menunjukkan tingkat efektifitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.
  • Rasio Profitabilitas dan Rentabilitas (profitability ratios), yang menunjukka tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva.
  • Rasio Investasi (investment ratios), yang menunjukkan rasio investasi dalam surat berharga atau efek, khususnya saham dan obligasi.

C.    Contoh Kasus
·         Current Ratio = Aset Lancar / Utang Lancar

Pada Neraca PT. JAK di atas, total nilai Aset Lancarnya adalah Rp 2,428,000,000. Sedangkan total nilai Utang Lancarnya Rp 4,020,000,000. Sehingga:
Current Ratio PT. JAK = 2,428,000,000/Rp 4,020,000,000 = 0.60

Catatan:
Contoh Neraca di atas sangat sederhana, item aset lancar dan utang lancar yang tercantum sangat sedikit. Pada kenyataannya bisa sangat banyak. Namun intinya, aset yang diperkirakan bisa dikonversikan menjadi kas dalam jangka pendek sudah masuk ke dalam kelompok aset lancar. Di sisi lainnya, kewajiban apapun yang akan jatuh tempo dan harus dibayar dalam jangka pendek tergolong utang lancar. Dan, “jangka pendek” di sini maksudnya maksimal 1 tahun buku.

Jadi, current ratio PT JAK = 0.60 (bisa juga dibaca “60 persen”). Apa artinya?

Ini skor rasio yang tak sehat. Jikapun semua aset lancar bisa “dicairkan” menjadi kas (dijual misalnya), PT JAK saat ini hanya punya Rp 0.60 untuk membayar setiap Rp 1 utang lancarnya yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 tahun buku. Atau, bisa dikatakan, hasi penjualan seluruh aset lancar PT JAK hanya mampu menutup 60 persen dari total utang lancarnya yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek.
Tidak ada satu angka pasti untuk ini. Sangat tergantung pada kepentingan. Umumnya, current ratio yang ideal—setidaknya menurut bank dan lembaga keuangan yang biasa menydiakan fasilitas kredit—ada pada kisaran antara 2.00 hingga 3.00 (=200 hingga 300%). Rasio minimal yang bisa diterima ada pada kisaran antara 1 hingga 1.5 (=antara 100 hingga 150%.) Bagi manajemen perusahaan, ideal tak idealanya rasio likuiditas tergantung target yang hanya mereka sendirilah yang paling tahu. Jika targetnya memang hanya 0.60 (karena tahun sebelumnya hanya 0.40 misalnya) berarti tujuan tercapai.
Yang pasti jangan berpikir makin likuid perusahaan makin bagus. Sebab sangat mungkin lukuiditas yang tinggi justru mencerminkan pengelolaan kas yang buruk (perusahaan hanya cari aman sementara membiarkan peluang bisnis bagus lewat begitu saja).

Solusi:
PT JAK dalam kondisi kekurangan likuiditas. Yang bisa dilakukan oleh PT JAK adalah sbb:
·         Berupaya untuk menghindari berbelanja tunai; pilah-pilah vendor mana yang menyediakan kredit (tanpa menaikkan harga) dan mana yang tidak.
·         Menegosiasikan utang yang segera akan jatuh tempo, minta penundaan pembayaran khususnya kepada pemasok kebutuhan yang sifatnya tak rutin.
·         Jika tahun lalu sudah, tahun ini mungkin tidak bayar dividend. Kalau terpaksa, bisa bayar dividend dengan saham.
·         Jangan ada alokasi budget untuk Aset Tetap. Jika terlanjur ada, buat revisi budget.
·         Bagaimanapun juga, coba lihat satu kwartal ke depan; apakah rasio ini bisa diperbaiki atau tidak. Jika iya, penggunaan kas bisa dinormalkan. Jika tidak, maka harus diperketat.

·         Quick (Acid Test) Ratio = (Aset Lancar – Uang Muka – Persediaan) / Utang Lancar

Pada Neraca PT. JAK di atas, Total Aset Lancar=2,428,000,000. Uang Muka Biaya=248,000,000 dan Persediaan = 824,000,000. Sedangkan Total Utang Lancar = 4,020,000,000. Sehingga:
Quick (Acid Test) Ratio = (2,428,000,000 – 248,000,000 – 824,000,000) / 4,020,000,000

Quick (Acid Test) Ratio = 0.34 (bisa juga dibaca “34 persen”)

Quick ratio 0.34 artinya: untuk setiap Rp 1 utang lancar yang dimiliki, PT JAK hanya mampu bayar Rp 0.34 atau 34 sen. Dengan kata lain, jika semua aset lancar—selain uang muka biaya dan persediaan—dicairkan atau diuangkan—maka hanya akan menutup 34 persen dari total utang lancar PT JAK yang akan jatuh tempo dalam satu tahun buku. Quick ratio 0.34 sementara current ratio 0.60 artinya, aset lancar separuhnya berupa “Uang muka biaya” dan “Persediaan.” Sekalilagi, ini tergolong rasio berskor rendah.
Sama seperti current ratio, tidak ada angka tunggal yang ideal. Jika menggunakan kaca mata eksternal, khususnya kreditur, quick ratio ideal ada pada kisaran 1.5 hingga 2.00, sehingga perusahaan masih memiliki ekstra kas selain utang lancar yang telah ada. Minimal yang bisa diterima ada pada kisaran 1.00 hingga 1.50.

Solusi:
Disamping mengambil langkah-langkah yang telah direkomendasikan pada current ratio, pihak manajemen juga perlu melakukan hal-hal berikut ini:
·         Segera mengambil tindakan yang tepat untuk menjual persediaan
·         Ke depan, PT JAK perlu melakukan analisa peringkat product
·         Jika PT JAK adalah manufaktur yang memproduksi barang pesanan, perlu mengatur jadwal pasokan yang lebih ketat
·         Pada wilayah bahan baku, PT. JAK juga perlu membuat strategi pasokan yang lebih ketat
·         Melihat angka uang muka biaya yang cukup besar

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar